Minggu, 08 Maret 2015

Makalah PEDAGOGIKA BAB III

Kata Pengantar

Assalamu’alaikum.Wr.Wb.
Puji dan syukur kami panjatkan pada Allah SWT. Karena dengan rahmat dan hidayahNya penyusunan makalah ini. Makalah ini diharapkan dapat memberi sumbangan untuk memenuhi kebutuhan bahan bacaan dalam studi ilmu pendidikan.
Makalah berjudul tujuan, batas dan kemungkinan pendidikanini merupakan suatu kajian tentang pendidikan anak, cara, teoritis praktis, tujuan pendidikan, batas-batas pendidikan, dan keharusan kemungkinan pendidikan.
Makalah ini diperuntukan untuk memenuhi tugas mata kuliah pedagogik yang di berikan di pendidikan guru sekolah dasar (PGSD). Dengan makalah ini, semoga apa yang kita tidak ketahui bisa diketahui oleh kita semua.
Mudah-mudahan buku ini akan memiliki nilai tambah bagi para mahasiswa yang mempelajari pendidikan dan ilmu pendidikan, khususnya pedagogik. Pada Allah lah kami serahkan segalanya, dan semoga karya ini mendapatkan ridho dari-Nya, amin.

Serang,     Maret 2015

                       Penulis


Daftar Isi
KATA PENGANTAR.......................................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................... 1
A. Latar Belakang.................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................... 2
A. Tujuan Pendidikan.............................................................................................. 2
1.    Perlunya Tujuan Pendidikan.......................................................................... 2
2.    Jenis-jenis Tujuan Pendidikan........................................................................ 3
3.    Tujuan Pendidikan Dari Segi Waktu............................................................... 5
4.    Tujuan Pendidikan Dilihat dari Perkembangan Anak sebagai Pribadi............. 5
5.    Kedewasaan sebagai Tujuan Pendidikan........................................................ 5
B. Batas-batas Pendidikan....................................................................................... 7
1.    Pendidik......................................................................................................... 7
2.    Aspek Pribadi Anak Didik............................................................................. 8
3.    Alat Pendidikan.............................................................................................. 8
4.    Waktu Pelaksanaan....................................................................................... 11
5.    Aspek Tujuan ............................................................................................... 12
6.    Aspek Lingkungan........................................................................................ 12
C. Keharusan dan Kemungkinan Pendidikan................................................ 13
1.    Keharusan Pendidikan......................................................................... 14
2.    Kemungkinan Dididik......................................................................... 19
3.    Tut Wuri Handayani.......................................................................... 20
4.    Naturalisme....................................................................................... 21
5.    Nativisme.......................................................................................... 21
6.    Empiris.............................................................................................. 21
7.    Konvergensi...................................................................................... 22
BAB III PENUTUP................................................................................................. 23
A. Kesimpulan............................................................................................ 23
B. Saran...................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA   

BAB I
PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia. Karena dibelahan bumi manapun yang terdapat adanya kehidupan pasti akan terjadi proses pendidikan, sehingga pendidikan itu sendiri tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan kita.
Pendidikan itu memang begitu penting akan tetapi kita juga harus mengetahui tujuan diadakannya pendidikan itu sendiri. Adapun pengertian pendidikan yang sudah kita ketahui adalah usaha membimbing anak yang belum dewasa menjadi dewasa. Selain kita harus mengetahui arti pendidikan itu sendiri kita harus mengetahui tujuan, batasan dan kemungkinan yang terjadi dalam proses pendidikan.
Tujuan pendidikan ini akan berkaitan dengan pandangan hidup dan nilai-nilai yang ada di masyarkat. Secara umum, tujuan pendidikan sama dengan arti pendidikan itu sendiri yaitu menjadikan manusia menjadi dewasa, namun istilah dewasa disini tentu akan beda antara satu orang dengan orang lainnya. Misalnya dewasa menurut pendidikan di Indonesia ialah berkaitan dengan sejauh mana orang itu bisa menghayati nilai-nilai pancasila. namun tetap saja akan ada orang yang berfikir bahwa dewasa disini adalah dimana kita bisa memandang segala sesuatu dengan cara berfikir kritis. Berfikir kritis disini ialah sejauh mana seseorang mampu mengekspresikan dirinya dan mampu menerapkan pengalaman hidupnya dimasa lalu untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik. Pendidikan merupakan suatu keharusan bagi kita semua.
B.   RUMUSAN MASALAH
1.    Apa yang di maksud dengan tujuan, batas dan kemungkinan belajar?

C.  TUJUAN PENULISAN
1.    Untuk mengetahui tujuan, batas dan kemungkinan belajar
BAB II
PEMBAHASAN

Tujuan, batas dan kemungkinan pendidikan
A.  Tujuan pendidikan
Perbuatan mendidik merupakan perbuatan yang mempunyai tujuan, ada suatu yang ingin dicapai dengan perbuatan tersebut. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa pedagogik adalah ilmu mendidik anak, sebagai pendidikan dalam arti terbatas(khusus), merupakan bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya. Secara pasti seorang pendidik harus sudah memiliki dan menentukan tujuan hidup dan pandangan hidupnya sendiri.

1.    Perlunya Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan merupakan gambaran dari falsafah atau pandangan hidup manusia, baik secara perseorangan maupun kelompok. Membicarakan tujuan pendidikan akan menyangkut sistem nilai dan norma-norma dalam suatu konteks kebudayaan, baik dalam mitos, kepercayaan atau religi, filsafat, idealogi, dan sebagainya. Tujuan pendidikan merupakan hal yang sangat mendasar (fundamental), karena dari tujuan itulah akan menentukan akan menentukan ke arah mana anak didik akan dibawa.
Dalam menentukan tujuan pendidikan ada beberapa nilai yg perlu diperhatikan, seperti yg di kemukakan oleh Hummel (1977: 39) :
a.       Autonomy. Gives individuals and grouf the maximum awareness knowledge and ability so that they can manage their personal and collective life to the greatest possible extent.
b.      Equity. Enable all citizens to participate in cultural and economic life by coffering them an equal basic education.
c.       Survival. Permit every nation to transmit and emrich its cultural heritage over the generations, but all so guide education towards mutual understanding and towards what has become a worldwide realizations of commond destiny.
Tujuan pendidikan harus mengandung ketiga nilai tersebut diatas. Pertama, autonomy, yaitu memberi kesadaaran, pengetahuan, dan kemampuan secara maksimum kepada individu maupun kelompok, untuk dapat hidup mandiri, dan hidup bersama dalam kehidupan yang lebih baik. Kedua, equity (keadilan), berarti bahwa tujuan pendidikan tersebut harus memberi kesempatan kepada seluruh warga masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam kehidupan berbudaya dan kehidupan berekonomi, dengan memberinya pendidikan dasar yang sama. Ketiga, survival, yang berati bahwa dengan pendidikan akan menjamin pewarisan kebudayaan dari satu generasi ke generasi yang lainnya.
2.    Jenis-jenis tujuan pendidikan
Langeveld (1980) mengemukakan beberapa jenis tujuan pendidikan, yaitu:
a.       Tujuan umum, atau tujuan akhir, atau tujuan “total”
Tujuan umum merupakan sesuatu yang akhirnya akan dicapai oleh pendidik. Seperti dikemukakan di atas, kedewasaan merupakan tujuan pendidikan, maka berarti semua aktivitas pendidikan harus diarahkan kesana untuk mencapai tujuan umum tersebut.
Semua manusia didunia ingin mencapai tujuan itu, yaitu manusia dewasa. Jadi jelasnya bahwa yang menjadi tujuan umum pendidikan adalah kedewasaan.
b.    Tujuan Khusus (Pengkhusuan dari tujuan umum)
Tujuan khusus diartikan sebagai suatu pengkhususan dari tujuan umum. Seperti disebutkan bahwa tujuan umum kedewasaan adalah universal. Manusia dewasa yang universal itu diberi bentukyang nyata berhubungan dengan kebangsaan, kebudayaan, agama, system politik, dan sebagainya. Demikianlah manusia dewasa di indonesia memiliki ciri khas sesuai denganfalsafah hidup bangsa Indonesia.
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan tujuan khususini diantaranya:
1)   Jenis kelamin anak didik
2)   Pembawaan anak didik
3)   Usia/tarap perkembangan anak didik
4)   Tugas lembaga yang mendidik anak seperti keluarga, sekolah, masyarakat, masjid, dan sebagainya
5)   Falsafah Negara
6)   Kesanggupan pendidik
c.       Tujuan Insidental atau tujuan sesewaktu
Tujuan insidental (insiden: Peristiwa), ialah tujuan yang menyangkut suatu peristiwa khusus. Boleh dikatakan sukar mencari hubungan antara tujuan insidental dengan tujuan umum (kedewasaan), namun sebenarnya tujuan insidental tersebut terarah kepada pencapaian tujuan umum.
d.      Tujuan sementara
Tujuan sementara ialah tujuan yang terdapat pada langkah-langkah untuk mencapai tujuan umum. Karena itu tujuan sementara lebih dekat kepada tujuan umum dibandingkan dengan tujuan insidental seperti dijelaskan di atas. Tujuan sementara merupakan titik perhatian sementara, yang merupakan persiapan untuk menuju kepada tujuan umum.
e.       Tujuan Tak Lengkap
Tujuan tak lengkap ialah tujuan yg berkenaan dengan salah satu aspek pendidikan. Disebut tidak lengkap karena setiap tujuan yg dihubungkan dengan salah satu aspek kehidupan berarti tidak lengkap. Perlu diketahui, bahwa kita hanya mementingkan hanya salah satu aspek saja, sehingga mengabaikan aspek yang lainnya.
f.       Tujuan Intermedier
Tujuan perantara adalah tujuan yang melayani tujuan pendidikan yang lain, merupakan alat atau sarana untuk mencapai tujuan yang lain khususnya tujuan sementara.

3.      Tujuan Pendidikan Dilihat dari Segi Waktu
Ada tujuan pendidikan yang sifatnya sementara, sehingga ada sejumlah tujuan yang harus di capai sebelum tujuan akhir di capai. Tujuan sementara adalah tujuan yang sifatnya seperti terminal, tempat berhenti sementara, namun merupakan kebutuhan. Banyak yang harus dicapai sebelum ia dapat berdiri sendiri.

4.      Tujuan Pendidikan Diluhat dari Perkembangan Anak sebagai Pribadi
Anak berkembang dalam semua aspeknya, baik itu jasmani atau rohani yang keduanya berkembang secara serempak atau bersamaan. Sekali lagi pendidikan membantu anak untuk menjadi suatu “pribadi” yang utuh, tidak berkembang intelektualnya saja, melainkan seluruh potensi anak harus berkembang: intelektual, sikap, penghayatan nilai dan norma, serta keterampilan anak harus berkembang secara utuh.

5.      Kedewasaan sebagai Tujuan Pendidikan
Pendidikan dalam arti mikro (kecil: terbatas) yaitu pendidikan yang bertujuan menjadikan anak dewasa, berbeda dengan tujuan pendidikan secara makro (luas). Secara mikro pendidikanbertujuan agar anak-anak menjadi dewasa, sedangkan tujuan pendidikan secara makro adalah menyiapkan manusia supaya lebih bermanfaat bagi kehidupan pribadinya dan bangsanya.
a.     Kedewasaan berarti otonomi dalam kehidupan kesusilaan
b.    Orang dewasa menjadi anggota masyarakat penuh
c.     Orang dewasa ialah orang yang matang secara biologis dan psikologis
Ø  Dari segi afektif :
a.     Suasana emosi yang stabil, misalnya ia merasayakin akan dirinya, tidak cepat marah, dan berani menghadapi saat kritis dan kekecawaan dan sebagainya.
b.    Ia diterima oleh masyarakatnya dan ia sendiri merasa milik masyarakatnya
c.     Ia mampu memberi dan menerima, ia mampu mencintai dan dicintai.
d.    Ia mampu serius (dalam bekerja), namun ia mampu pula hidup santai seperti bermain dan memiliki rasa humor.
Ø  Dari segi intelektual :
a.     Ia mampu menyadari kemampuan dirinya, motivasinya, cita-citanya, dan prestasinya.
b.    Ia mengetahui secara tepat tentang manusia dan peristiwa sekitarnya, serta kebudayaannya.
c.     Ia mampu berkomunikasi dengan orang lain secara terampil
d.    Ia mampu mengadakan sintesa antara pengetahuan, pengalaman, dan keterampilannya.
e.     Ia mampu memandang hidup secara keseluruhan dan terpadu dengan menganut secara sadar suatu agama atau falsafah hidup.
Ø  Dari segi volisional :
a.     Karakter produktif yaitu mampu menghasilkan sesuatu berupa jasa, barang, uang, dan sebagainya.
b.    Ia mampu merealisasikan ide kemauannya dalam masyarakat.
c.     Ia mampu melakukan keseimbangan antara kepentingan dirinya dan kemampuan sosial.
d.    Ia mampu merencanakan masa depannya.
Jadi orang dewasa adalah:
a.       Manusia mandiri, dapat hidup sendiri, mengambil keputusan sendiri, tanpa menggantukan diri kepada orang lain.
b.      Manusia yang bertanggung jawab, yaitu manusia yang dapat mempertanggungjawabkan segala perbuatannya.
c.       Manusia yang telah mampu memahami norma-norma serta moral dalam kehidupan.

B.   Batas-batas Pendidikan
Pendidikan sebagai perbuatan manusia tidak begitu saja dapat dilakukan tanpa memperlihatkan batas-batas yang mempengaruhinya. Alat pendidikan sebagai suatu rentetan tindakan atau situasi yang di sadari pendidik untuk mencapai tujuan pendidikan. Tidak boleh diabaikan dalam praktek pendidikan.
       Persoalan batas pendidikan di artikan bahwa ada anggapan bahwa upaya pendidikan ada batasnya. Sejauh mana pendidik bisa mendidik anak dari enam pandangan, pertama dari sudut pandangan pendidik, kedua pribadi anak didik, ketiga alat pendidik, ke empat waktu melaksanakannya, dan kelima dari sudut pandangan tujuan serta ke enam dari sudut lingkungan pendidikan.
1.      Pendidik
Pendidik Adalah orang dewasa yang bertanggung jawab membimbing anak untuk mencapai tujuan, yaitu kedewasaan. Orang tua merupakan pendidik kodrati pada hakikatnya tidak bisa di gantikan oleh orang lain. Guru harus bertindak mewakili orang tua anak dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik di sekolah. Hubungan anak-orangtua berlangsung sejak anak sadar akan kehidupan ini. Ia menyadari dirinya di tengah pergaulan dengan orang tuanya.
Guru sebagai pengganti orang tua tidak dapat menggantikan sepenuhnya, tugas, fungsi, dan peran serta orang tua. Hubungan anak-guru tumbuh karena kepentingan bersama. Kepentingan itu pada anak kecil adalah hubungan perhatian, minat, atau kesenangan. Karena itu hubungan tersebut bersifat interes atau hubungan kepentingan bersama. Di rumah orang tua bersedia membantu anaknya, di sekolah juga guru sama dengan orang tuanya. Disini guru berfungsi sebagai orang tua atau pengganti orang tua.

2. Aspek Pribadi Anak Didik
Anak  didik adalah sosok manusia  sebagai individu/pribadi ( manusia seutuhnya) yang harus di pandang secara filosofis, atau menerima keakuannya, keindividuannya,  sebagaimana dia seharusnya berada. Apabila anak didik  diakui  “keakuannya”  maka pendidik memegang peranan tidak membiarkan tindakan anak didik, melainkan tetap membantu, memberi pertolongan, melayani  sesuai dengan  norma-norma yang berlaku. Akan tetapi apabila pendidik menganggap bahwa anak tersebut sebagai orang dewasa dalam bentuk kecil, maka pendidik tidak memperhatikan aspek pribadi anak didiknya.
3. Alat Pendidikan
Alat pendidikan merupakan suatu tindakan atau situasi, yang dengan sengaja diadakan untuk mencapai suatu tujuan pendidikan, yaitu kedewasaan yang diciptakan secara khusus dengan maksud mempengaruhi anak didik secara pedagogis (edukatif). Apabila perbutan dalam situasi tersebut tidak di sengaja untuk mencapai tujuan  pendidikan,  maka perbuatan tersebut di sebut faktor pendidikan.
Misalnya ibu menyuruh anaknya mencuci piring dengan tujuan anak tersebut memiliki tanggung jawab dan disiplin kerja, maka perbutan tersebut adalah alat pendidikan.di lain pihak, seorang ibu menyuruh anaknya mencuci piring dengan tujuan hanya sekedar untuk membantu meringankan beban pekerjaan ibunya, maka perbuatan tersebut adalah faktor pendidikan.
Aspek pendidikan menurut Langeveld dipilih atas empat aspek:
a.     Berhubungan dengan tujuan pendidikan.
b.    Orang tua yang akan menggunakan alat tersebut.
c.     Bahan perantara berupa (medium) tempat pemakaian alat itu di tunjukan, berhubungan dengan jenis bahan obyek,yang hendak di olah untuk mencapai tujuan.
d.    Behubungan dengan pertanyaan, apakah akibat dari penggunaan alat tersebut.
Selanjutnya Langeveld (1980)mengelompokan lima jenis alat pendidikan, yaitu: 1) perlindungan, 2) kesepahaman, 3)kesamaan arah dalam pikiran dan perbuatan, 4) perasaan bersatu, dan 5)pendidikan kerena kepentingan diri sendiri.
a.     Perlindungan
Perlindungan merupakan syarat dasar bagi para semua pergaulan pendidikan. Perlindungan harus datang dari pihak orang dewasa untuk selalu menjaganya, dan melindunginya pada perbuatan,  kelakuan dan ucapan, dan menjaga anak tersebut agar jangan sampai merugikan dirinya sendiri. Dalam situasi pendidikan bisa muncul alat-alat pendidikan berupa membuat supaya mengalami, membiarkan supaya menyelidiki, menghalangi atau melarang, memerintahkan, menciptakan dan mempertahankan tata tertib dan peraturan.


b.      Kesepahaman
Kesepahaman  timbul karena orang dewasa, baik di sadari maupun  tidak di sadari, akan menjadi  contoh teladan bagi anak didik, dan sebaliknya pula disadari atau tidak, anak akan mencoba meniru perbutan pendidik. Dalam hal ini pendidik termasuk guru, tidak hanya mengajarkan kebaikan, melainkan juga harus memberikan teladan.  Anak meniru perbuatan pendidik, karena ia berkesempatan untuk ikut berpartisipasi dengan pendidik, yang menjelaskan, menunjukan dan memberi tugas. Dalam situasi pendidikan mungkin akan muncul alat alat pendidikan seperti: menjadi teladan dengan memperlihatkan atau berbuat sesuatu yang  dapat di jadikan contoh bagi anak, menyuruh meniru perbuatan, memberi kesempatan untuk turut serta atau untuk melihat dalam suatu kegiatan, menjelaskan, menugaskan, melarang, menghambat (agar jangan terjadi).
c.       Kesamaan Arah Dalam Pikiran Dan Perbuatan
kesamaan arah dalam pikiran dan perbuatan dapat berupa pembauran dari pandidik dan penyesuian dari anak didik. Jadi, kesamaan arah ini terjadi antara pembuatan pendidik dan perbuatan anak didik. Karena dalam hal ini anak didik berbuat atau bertindak sesuai dengan kata hati dan kehendaknya.
d.      Perasaan Bersatu
perasaan bersatu timbul karena interaksi yangberlangsung antara pendidik dan anak didik yang bersifat kekeluargan, dan menimbulkan saling pengertian serta saling mengisi diantara kedua belah pihak. Tindakan atau perbuatan pendidik untuk memelihara perasaan bersatu dapat berupa menasehati, memperingatkan, menegur, dan dapat juga dilaksanakan hukuman.

e.       Pendidikan Karena Kepentingan Diri Sendiri
pendidikan karena kepentingan diri sendiri, berarti si anak telah menyadari kepentingan diri sendiri, dan ia bertanggung jawab untuk membentuk dirinya sendiri. Memberi kebebasan kepada anak didik merupakan alat pendidikan yang terakhir karena anak didik haus bertanggung jawab, harus berdiri sendiri dan bebas untuk memilih nilai-nilai hidup yang sesuai dengan kata hatinya, dan disinilah ia memilih penidikan dalam taraf penyadarannya.
4. Waktu Pelaksanaan
Pada saat anak masih kecil, hubungan antara pendidik dan anak didik belum dapat tampil sebagai kegiatan pendidikan. Dan memang yang terjadi pada saat itu bukan hubungan pendidikan, melainkan baru dalam bentuk pembiasaan. Pembiasaan kepada anak memang ada kaitan dengan perbuatan pendidikan artinya yang dibiasakan pada anak itu sudah diseleksi agar tidak bertentangan dengan apa yang di harapkan dari anak itu, yaitu sebagai langkah pertama kearah pencapaian kedewasaan. Maka pembiasaan yang di laksanakan pada saat itu dalam rangka pencapaian kedewasaan, kita sebut saja “pendidikan-pendahuluan” .Perbedaanya dengan pendidikan yang sesungguhnya ialah bahwa pada masa pendidikan pendahuluan itu belum terdapat hubungan wibawa antara pendidik dan anak didik.
Adapun hubungan wibawa itu mulai terjadi, manakala anak telah dapat patuh, artinya mampu menerima petunjuk dan tuntutan pendidiknya tidak sekedar atas ikut-ikutan atau membutut,elainkan setelah di dahului semacam pertimbangan untuk menerima atau tidak menerima. Jadi, upaya pendidikan yang sebenarnya bukan merupakan kebiasaan, melainkan sejak antara anak dan pendidik terjadi hubungan kewibawaan, pada umumnya setelah anak memahami bahasa secara simbol, dan di kaitkan dangan umur anak sekitar usia 3 tahunan.

5. Aspek Tujuan
Pendidikan bertujuan untuk mencapai kedewasaan. Pendidikan mengimplikasikan adanya tanggung jawab pendidik terhadap anak didik, karena belum mencapai kedewasaan, anak belum dapat dikatakan sepenuhnya bertanggung jawab atas segala tindakannya, karena ia memang belum dapat mandiri.
Pendidikan dalam arti mikro (kecil) yaitu pendidikan yang bertujuan menjadikan anak dewasa, berbeda dengan tujuan pendidikan secara makro (besar). Secara mikro pendidikan betujuan agar anak-anak menjadi dewasa, sedangkan tujuan pendidikan secara makro adalah menyiapkan manusia supaya lebih bermanfaat bagi kehidupan pribadinya dan bangsanya. Pendidikan mikro berhenti apabila anak telah mencapai dewasa. Dewasa ialah apabila seorang itu telah dapat berdiri sendiri dalam segala aspek kehidupannya.
6. Aspek Lingkungan
Lingkungan dalam arti umum berarti situasi di sekitar kita. Dalam pendidikan, lingkungan merupakan segala sesuatu yang berada di luar diri anak.lingkungan tempat mendapatkan pendidikan di sebut lingkungan pendidikan.lingkungan di sekitar anak dapat di kelompokan sebagai berikut:
a. Lingkungan Alam Fisik
Lingkungan fisik adalah lingkungan alam di sekitar anak seperti tumbuh-tumbuhan, hewan, keadaan tanah, keadaan iklim, rumah, jenis makanan, benda gas, bends cair, dan juga benda padat,.lingkungan ini dapat membatasi dalam pelaksanaan pendidikan, misalnya penyelenggaraan pendidikan dalam gedung yang baik (permanen), akan sengat berlainan dengan pelaksanaan pendidikan dalam gedung yang beratapkan rumbia dan berlantaikan tanah.


b. Lingkungan Budaya
Lingkungan budaya dapat berupa ilmu pengetahuan, teknologi, adat istiadat, bahasa, keseniaan, dan sebagainya.
c. Lingkungan Sosial
lingkungan sosial berbentuk hubungan antara manusia, merupakan berwujud manusia,dan hubungannya adengan atau antara manusia di sekitar anak. Termasuk di dalamnya adalah: sikap atau tinhkah laku antara manusia, tingkah laku ayah/ibu serta situasi hubungan diantara keduanya, hubungan dengan sesama keluarga, sesama tetangga. Di sekolah suasana hubungan antara guru, kepela sekolah, tenaga administrasi, sebagaimana suasana sekolah pada umumnya, hubungan antara sesama siswa,hungan siswa dengan guru, dan sebagainya.
d. Lingkungan Spiritual
lingkungan spiritual berupa agama, keyakinan yang di anut keluarga, masyarakat sekitarnya, dan ide-ide yang muncul dalam masyarakat dimana anak tinggal.
C. Keharusan dan Kemungkinan Pendidikan
Keharusan mendidik anak telah di sebut-sebut,misalnya karena anak pada saat lahir dalam keadaan tidak berdaya,anak tidak langsung dewasa, sehingga anak memerlukan perhatian dan bantuan orang lain. Dengan keterbatasan kemampuan anak menyababkan ia perlu mandapatkan pendidikan. Keterbatasan anak di karenakan,anak lahir dalam keadaan tidak berdaya, dan ia tidak langsung dewasa.




1.    Keharusan Pendidikan
Keharusan manusia untuk mendapatkan pendidikan dapat kita simak dari uraian dibawah ini:
a. Anak Di Lahirkan Dalam Keadaan Tidak Berdaya
Dilihat dari sudut anak, pendidikan merupakan suatu keharusan. Pada waktu lahir anak manusia belum bisa berbuat apa-apa. Sampai usia usia tertentu anak masih memerlukan bantuan orang tua. Begitu anak lahir ke dunia, ia memerlukan uluran dari orang lain (ibu dan ayah) untuk dapat melangsungkan hidup dan kehidupannya, dan berdiri sendiri, berbeda dengan binatang yang begitu lahir sudah dilengkapi kelengkapan fisiknya dan dapat berbuat sesuatu untuk mempertahankan hidupnya.
Manusia perlu mendapat bantuan orang lain untuk dapat menolong dirinya untuk sampai kepada dewasa. Masa pendidikan manusia memerlukan waktu yang lama karena di smping manusia harus dapat mempertahankan hidupnya dalm arti lahir, ia juga harus memiliki bekal yang berkaitan eengan moral, memiliki pengetahuan, dan keterampilan lainnya yang di perlukan untuk hidup. Makin tinggi peradaban manusia, makin banyak yang harus di pelajari agar dapat hidup berdiri sendiri tanpa mengguantungkan diri kepada orang lain.
Dilihat dari orang tua, pendidikan juga merupakan suatu keharusan.tanpa ada yang memaksa, dengan sendirinyaorang tua akan mendidik anaknya. Hal tersebutdi sebabkan karena adanya rasa kasih sayang dan rasa tanggung jawab dari orang tua terhadap anaknya. Perasaan kasih sayang merupakan fitrah kemanusiaan yang akan timbul dengan sendirinya pada manusia. Rasa tanggung jawab menyababkan orang tua, bahwa anak itu perlu memperolah bimbingan agar ia di kemudian hari dapat berdiri sendiri tanpa menggantungkan diri kepada orang lain. Anak perlu mendapatkan pendidikan dan orang tua merasa wajib untuk memberikan pedidikan yang berlagsung secara alamiah dalam kehidupan sehari-hari dalam keluarga.
Pendidikan karena dorongan orang tua, yaitu hati nuraninya yang terdalam memiliki sifat kodrati untuk mendidik anaknya baik dari segi fisik, sosial, emosi, maupun intelegensinya agar memperoleh keselamatan, kepandaian , memperoleh kebahagiaan hidup yangdi cita-citakan, sehingga ada tanggung jawab moral atas hadirnya anak tersebut yang di anugerahkan Tuhan Yang Maha Kuasa untuk dapat dipelihara, dan di didik dengan sebaik-baiknya.
b. Manusia Lahir Tidak Lansung Dewasa
Untuk sampai pada kedewasaanyang merupakan tujuan pendidikan dalam arti khsusus, memerlukan waktu lama. Pada manusia primitif mungkin proses pencapaian kedewasaan tersebut akan lebih pendek dibandingkan dengan manusi modern dewasa ini. Pada manusia primitif cukup dengan mencapai kedewasaan secara konversional, di mana apabila seseorang sudah memiliki keterampilan untuk hidup, khususnya untuk hidup bekeluarga, seperti dapat berburu, dapat bercocok tanam, mengenai nilai-nilai atau noma-norma hidup bermasyarakat,sudah di katakan dewasa. Dilihat dari segi usia, mtsalnya 12-15 tahun, pada masyarakat primitif sudah dapat malangsungkan hidup berkeluarga. Pada masyarakat modern tuntunan kedewasaan lebih kompleks, sesuai dengan makin kompleksnya ilmu pengetahuan dan teknologi, dan juga makin kompleksnya sistem nilai.
Untuk mengurangi kehidupan yang dewasa, manusia perlu dipersiapkan, lebih-lebih pada masyarakat modern. Bekal tersebut dapat di peroleh dengan pendidikan, dimana orang tua atau generasi tua akan mewariskanpengetahuan, nilai-nilai,serta keterampilannya kepada anak-anaknya atau pada generasi berikutnya.
Manusia merupakan makhluk yang dapat di didik, memungkinkan untuk memperoleh pendidikan. Manusia merupakan makhluk yang harus di didik, karena manusia lahir dalam keadaan tidak berdaya, lahir tidak langsung dewasa. Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan dengan sesamanya.
c. Manusia sebagai Makhluk Sosial
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial. Ia  tidak akan menjadi manusia seandainya tidak hidup bersama dengan manusia lainnya (ingat cerita manusia serigala). Lain halnya dengan hewan, dimana pun hewan di besarkan, tetap akan berperilaku hewan.
Seorang manusia perlu mencapai suatu taraf kedewasaan tertentu agar ia dapat hidup bersama dengan orang lain. Jika tidak, akan berbuat di luar perjanjian (kebiasaan, adat, aturan) yang berlaku. Hal itu berartibahwa ia tidak dewasa secara sosial. Walaupun secara biologi ia sudah matang, tapi untuk hidup bersam dengan orang lain, ia perlu mendapatkan pendidikan.
Jika manusia bukan makhluk sosial, atu ia tidak hidup bersam adengan orang lain,pada hakikatnya ia hidup sendiri-sendiri. Maka hidup manusia itu tidak ada bedanya dengan kehidupan hewan. Dalam kehidupan seperti ini,manusia tidak dapat di pengaruhi, karena ia telah membawa polahidupnya yang tetap dan tidak perlu lagi belajar dari orang lain atau melalui apapun. Ia sudah dalam keadaan matang untuk mengikuti kehidupan yang polanya sudah ada (terjadi). Dalam keadaan demikian/ pendidikan tidak perlu lagi karena memang tidak di perlukan.
d. Manusia sebagai Makhluk Individu yang Berdiri Sendiri 
Pengrtian makhluk sosial tidak berarti bahwa individu (perorangan) tidak ada. Pengertian sosial harus di artikan  bahwa manusia hidup bersama dalam keperibadian sendiri-sendiri. Ia masih tetap berdiri sendiri, namun bersama-sama dengan orang lain. Pergaulan hidup adalah hidup antara pribadi-pribadi (individu-individu) satu sama lain. Manusia memang hidup bersama, namun tetap secara individu-individu.
Dengan adanya pribadi-pribadi orang perorang yang berbeda,karena itulah pendidikan diperlukan, karena setiap orang yang bersifat individu itu perlu belajar hidup dengan individu lainnya. Pendidikan tidak mendidik agar setiap orang berprilaku sama,namun mendidik agar setiap orang (individu) dapat berperilaku sebagai individu bersama dengan individu lainnya.
e. Manusia sebagai Makhluk yang dapat Bertanggung Jawab
Seorang manusia mampu atau tepatnya harus mampu bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Setiap tindakan manusia membawa akibat, dan sering kali akibat itu menimpa orang lain, karena kita hidup bersama-sama dengan orang lain.
Manusia akan dapat memperhitungkan akibat tindakannya,baik bagi orang lain maupun bagi orang lain. Karena itulah manusia patut di minta pertanggung jawaban atas segala perbuatannya, karena kita pradugakan ia akan mengerti apa akibatnya, pendidikan di samping mangajar orang agar menjadi tahu, dan terampil, pendidikan juga mengembangkan sikap. Sikap yang utama adalah sikap bertanggung jawab, karena makhluk sosial manapun memang harus bertnggung jawab.
Bertanggung jawab adalah sejajar dengan manusia sebagai makhluk sosial. Pendidikan itu sendiri merupakan tindakan yang bertanggung jawab, yaitu bertanggung jawab terhadap generasi manusia selanjutnya,karena kita tahu bahwa setiap anak membutuhkan bantuan. Jika tidak bertanggung jawab terhadap generasi berikutnya, mereka akan terlantar.disinilah pendidikan bertanggung jawab bagi kelanjutan kehidupan dan hidup generasi barikutnya.
Untuk melaksanakan pendidikan di perlukan adanya kesediaan anak didik untuk menerima pengaruh. Selama anak belum mau menerima pengaruh orang lain di luar dirinya, tidak akan muncul ketaatan terhadap pihak lain yang berusaha mempengaruhinya. Jika anak menyadari kekurangannya ia akan mau menerima  pengaruh dan taat, dengan kata lain ia mau menerima kewibawaan pendidik.
f. Sifat Manusia dan Kemungkinan Terjadinya Pendidikan
Pada manusia terjadi “dressur” (pembiasaan dan di latih terus menerus) pada saat anak belum memiliki kesadaran akan kekurangan dirinya. Pada saat itu anak merasakan untuk meniru dan berbuat, maka anak berbuat sesuatu. Anak usia sekitar 2-6 tahun misalnya, ia akan berbuat apa saja, ia bergerak menurut kemauannya. Anak di belikan sepeda anak-anak oleh ayahnya agar anak bisa naik sepeda dan ayahnya mendorong sepeda tersebut. Namun, apa yang terjadi? Anak tidak mau naik sepeda, bahkan ia akan turun dan mendorong sepeda tersebut seperti ayahnya mendorong sepeda tadi.
Contoh lain anak akan mengambi benda yang ia temukan di sekelilingnya, anak melihat orang tuanya waktu mandi menggosokan gigi, dengan gesitnyaanak mengambil sikat gigi ibunya dan ingin pakai pastanya. Di sinilah si ibu mencoba melatih si anak menggosok giginya, dan si anak dengan senangnya menggosok giginya walaupun tidak benar. Anak makan bersama dengan oorang tuanya, ia memperhatikan orang tuanya menggunakan sendok dan garpu makan, dengan cepatnya sang anak mengambil sendok makan, walaupun cara memegangnya dan cara memasukan ke mulutpun belum pas dan benar.di sinilah ibu melatih anaknya membetulkan bagaimana cara memegang sendok, dan bagaimana memasukannya ke dalam mulut.
Dalam kejadian di atas,, ayah melatih anaknya naik sepeda dan ibunya melatih anaknya menggosok gigi, sang ibu melatih menggunakan sendok, itu semua belum termasuk pendidikan yang sebenarnya, karena anak belum memahami, menyadari, apa artinya perintah atau kemauan ayahnya untuk naik sepeda, mengapa harus menggosokan gigi, dan mengapa makan harus menggunakan sendok. Yang di lakukan oleh orangtua anak itu bukan pendidikan dalam arti sesungguhnya melainkan merupakan suatu “dressur”.
Jadi dengan anak suka meniru beridentifikasi dengan orang lain,suka bermain, bisa menerima, pengaruh dan menerima kewibawaan orang lain, merupakan seutu keharusan bagi orng tua (pendidik) membimbingnya.pendidikan harus menjadi contohbagi anak didiknya, memberi pengaruh yang positif untuk mengisi kedewasaan anak kelak.
2. Kemungkinan Dididik
Persoalan lain adalah kemungkinan di didik.persoalan ini di ajukan, karena adanya berbagai pendapat tentang pendidikan. Misalnya ada pendapat tentang perkembangan manusia, bahwa kedewasaan semata-mata merupakan hasil dari proses alami yang berlangsung selaras dengan hukum alam.bila demikian, mungkinkah manusia di didik? Tidakkah usaha pendidikan hanya akan sis-sia belaka?
Di akui bahwa pada manusia ada hal-hal tertentu yang di dapatnya secara alami, dan hal itu tidak dapat di tawar-tawar lagi. Misalnya tentang bakat dan jenis kelamin. Orang di lahirkan dengan bakat bawaan tertentu.hal ini di luar kemampuannya. Dan memang untuk hal-hal tertsebut orang tidak dapat di mainta pertanggung jawaban. Pendidik tidak dapat berbuat apa-apa dengan bakat itu,dalam arti pendidik harus menolak bakat tersebut, atau sebaliknya biarkan anak berkembang secara alamiah tanpa campur tangan pendidik. Namun permasalahan disini bukan soal jenis jenis kelaminnya, melainkan dengan situasi seperti itu seberapa jauhkah pendidikan telah berperan? Apakah pendidikan sudah “bermanfaat” secara optimal dalam mendewasakan anak sesuai dengan nilai-nilai manusiawi?
Sehubungan dengan masalah batas pendidikan perlu di kemukakan, bahwa batas kamungkinan pendidikan idak dapat di samaratakan bagi semua orang.tidak dapat di katakan, bahwa untuk semua orang terdapat batas kemungkinan di didik yang sama. Sebab masing-masing individu bersifat unik, akan tetapi secara umum dapat di katakan, bahw kemungkinan di didik itu tercapai manakalatidak dapat di kembangkan lagi lebih lanjut kehidupan rohaninya khususnya kehidupan moralnya. Adapu yang menjadi latar belakangnya dapat beaneka ragam. Mangkin karena bakat bawaannya, mungkin karena potensi kecerdasan yang berbeda, seperti berbeda dengan kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual, atau mungkin terdapat kelainan.
3. Tutwuri Handayani
Tutwuri Handayani, merupakan konsep pendidikan dari Kihajar Dewantara, pahlawan Nnasional Pendidikan. Tutwuri Handayani berasal dari bahasa Jawa yakni ‘’Tutwuri’’ berarti mengikuti dari belakang, ‘’Handayani’’ berarti mendorong, memotivasi, atau membangkitkan semangat dari arti katanya dapat ditafsirkan bahwa tutwuri handayani mengakui adanya pembawaan bakat ataupun potensi yang dimiliki anak yang dibawa sejak lahir
Dibandingkan dengan keempat Aliran yang telah dijelaskan konsep Tutwuri Handayani lebih dekat kepada Aliran Konvergensi dari William Stern yang berpendapat bahwa perkembangan anak ditentukan oleh bagaimana interaksi antara pembawaan atau potensi-potensi yang dimiliki anak dengan lingkungan atau bimbingan pendidikan yang mempengaruhi anak dan perkembangannya.
Jadi pendidikan menurut konsep Kihajar Dewantara merupakan hasil interaksi antara pembawaan dan potensi dengan bakat yang dimiliki anak, dimana didlam proses interaksi tersebut pendidik memiliki peran aktif, tidak menyerahkan begitu saja kepada anak didik dan sebaliknya pendidik tidak boleh dominan menguasai anak.
4. Naturalisme
Aliran Naturalisme yang dipelopori J.J Rousseau berpandangan bahwa semua anak yang dilahirkan berpembawaan baik, dan pembawaan baik anak tersebut akan menjadi rusak karena dipengaruhi lingkungan. Pendidikan yang diberikan orang dewasa bisa merusak pembawaan anak yang baik itu. Aliran ini biasa disebut juga negatifisme, karena pendidik harus membiarkan pertumbuha anak pada alam. Jadi pendidikan dalam arti bimbingan dari orang luar tidak diperlukan.
5. Nativisme
Aliran Nativisme dipelopori oleh Schopenhauer berpendapat bahwa ‘’The World is my idea, the world like man, is through idea ‘’segala kejadian didunia dipandangnya sebagai manifestasi dari benih yang ada padanya sejak semula”.
Aliran ini berkeyakinan bahwa anak yang baru lahir membawa bakat, kesanggupan, dan sifat-sifat tertentu bakat, kemampuan dan sifat-sifat yang dibawa sejak lahir sangat menentukan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak manusia. Pendidikan dan lingkungan tidak berpengaruh terhadap perkembangan anak misalnya seorang anak yang memiliki bakat melukis maka pikirannya, perasaannya, dan kemauannya serta kepribadiannya tertuju kepada melukis.
6. Empirisme
Aliran Empirisme dipelopori oleh John Locke mengatakan bahwa keadaan manusia saat dilahirkan diumpamakan sebagai ‘’tabularasa’’ yakni sebuah meja yang dilapisi lilin yang digunakan disekolah dalam rangka belajar menulis. Teori tabularasa mengatakan bahwa anak yang baru dilahirkan itu dapat diumpamakan sebagai kertas putih bersih yang belum ditulisi sejak lahir anak tidak memiliki bakat dan pembawaan apa apa anak dapat dibentuk semaunya pendidik disini kekuatan untuk membentuk anak sehingga lingkungan dalam hal ini pendidikan berkuasa atas pembentukan anak.
7. Konvergensi
Aliran ini berasal dari psikolog berkebangsaan jerman bernama William Stern, yang berpendapat bahwa pembawaan dan lingkungan keduanya membentuk perkembangan manusia. Implikasinya bagi pendidik adalah bahwa dalam melaksanakan pendidikan kedua moment pembawaan dan lingkungan hendaknya mendapatkan perhatian yang seimbang.



BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Perbuatan mendidik merupakan perbuatan yang mempunyai tujuan, ada suatu yang ingin dicapai dengan perbuatan tersebut. Persoalan batas pendidikan di artikan bahwa ada anggapan bahwa upaya pendidikan ada batasnya. Sejauh mana pendidik bisa mendidik anak dari enam pandangan. Keharusan mendidik anak telah di sebut-sebut,misalnya karena anak pada saat lahir dalam keadaan tidak berdaya,anak tidak langsung dewasa, sehingga anak memerlukan perhatian dan bantuan orang lain. Dengan keterbatasan kemampuan anak menyababkan ia perlu mandapatkan pendidikan.

B.       Saran
Demikian yang dapat kami persembahkan dalam makalah PEDAGOGIK ini. Tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahan karena terbatasnya referensi yang ada hubungannya dengan TUJUAN DAN BATAS KEMUNGKINAN PENDIDIKAN ini. Penulis banyak berharap pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepeda penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis khususnya, dan selanjutnya bagi pembaca.



DAFTAR PUTAKA


Drs. Uyoh Sadulloh, M. (2014). Pedagogik(Ilmu Mendidik). Bandung: Alfebeta, cv.