Kata Pengantar
Assalamu’alaikum.Wr.Wb.
Puji
dan syukur kami panjatkan pada Allah SWT. Karena dengan rahmat dan hidayahNya
penyusunan makalah ini. Makalah ini diharapkan dapat memberi sumbangan untuk
memenuhi kebutuhan bahan bacaan dalam studi ilmu pendidikan.
Makalah
berjudul tujuan, batas dan kemungkinan pendidikanini merupakan suatu kajian
tentang pendidikan anak, cara, teoritis praktis, tujuan pendidikan, batas-batas
pendidikan, dan keharusan kemungkinan pendidikan.
Makalah
ini diperuntukan untuk memenuhi tugas mata kuliah pedagogik yang di berikan di
pendidikan guru sekolah dasar (PGSD). Dengan makalah ini, semoga apa yang kita
tidak ketahui bisa diketahui oleh kita semua.
Mudah-mudahan
buku ini akan memiliki nilai tambah bagi para mahasiswa yang mempelajari
pendidikan dan ilmu pendidikan, khususnya pedagogik. Pada Allah lah kami
serahkan segalanya, dan semoga karya ini mendapatkan ridho dari-Nya, amin.
Serang, Maret 2015
Penulis
Daftar Isi
KATA
PENGANTAR.......................................................................................................... i
DAFTAR
ISI ...................................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN.................................................................................................... 1
A. Latar Belakang.................................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah............................................................................................... 1
C.
Tujuan Penulisan................................................................................................. 1
BAB
II PEMBAHASAN...................................................................................................... 2
A. Tujuan Pendidikan.............................................................................................. 2
1.
Perlunya
Tujuan Pendidikan.......................................................................... 2
2.
Jenis-jenis
Tujuan Pendidikan........................................................................ 3
3.
Tujuan
Pendidikan Dari Segi Waktu............................................................... 5
4.
Tujuan
Pendidikan Dilihat dari Perkembangan Anak sebagai Pribadi............. 5
5.
Kedewasaan
sebagai Tujuan Pendidikan........................................................ 5
B.
Batas-batas Pendidikan....................................................................................... 7
1.
Pendidik......................................................................................................... 7
2.
Aspek
Pribadi Anak Didik............................................................................. 8
3.
Alat
Pendidikan.............................................................................................. 8
4.
Waktu
Pelaksanaan....................................................................................... 11
5.
Aspek
Tujuan ............................................................................................... 12
6.
Aspek
Lingkungan........................................................................................ 12
C. Keharusan dan Kemungkinan
Pendidikan................................................ 13
1.
Keharusan
Pendidikan......................................................................... 14
2.
Kemungkinan
Dididik......................................................................... 19
3.
Tut
Wuri Handayani.......................................................................... 20
4.
Naturalisme....................................................................................... 21
5.
Nativisme.......................................................................................... 21
6.
Empiris.............................................................................................. 21
7.
Konvergensi...................................................................................... 22
BAB
III PENUTUP................................................................................................. 23
A.
Kesimpulan............................................................................................ 23
B.
Saran...................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang universal
dalam kehidupan manusia. Karena dibelahan bumi manapun yang terdapat adanya
kehidupan pasti akan terjadi proses pendidikan, sehingga pendidikan itu sendiri
tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan kita.
Pendidikan itu memang begitu penting akan tetapi
kita juga harus mengetahui tujuan diadakannya pendidikan itu sendiri. Adapun
pengertian pendidikan yang sudah kita ketahui adalah usaha membimbing anak yang
belum dewasa menjadi dewasa. Selain kita harus mengetahui arti pendidikan itu
sendiri kita harus mengetahui tujuan, batasan dan kemungkinan yang terjadi
dalam proses pendidikan.
Tujuan pendidikan ini akan berkaitan dengan
pandangan hidup dan nilai-nilai yang ada di masyarkat. Secara umum, tujuan
pendidikan sama dengan arti pendidikan itu sendiri yaitu menjadikan manusia
menjadi dewasa, namun istilah dewasa disini tentu akan beda antara satu orang
dengan orang lainnya. Misalnya dewasa menurut pendidikan di Indonesia ialah
berkaitan dengan sejauh mana orang itu bisa menghayati nilai-nilai pancasila.
namun tetap saja akan ada orang yang berfikir bahwa dewasa disini adalah dimana
kita bisa memandang segala sesuatu dengan cara berfikir kritis. Berfikir kritis
disini ialah sejauh mana seseorang mampu mengekspresikan dirinya dan mampu
menerapkan pengalaman hidupnya dimasa lalu untuk mendapatkan masa depan yang
lebih baik. Pendidikan
merupakan suatu keharusan bagi kita semua.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Apa yang di maksud
dengan tujuan, batas dan kemungkinan belajar?
C. TUJUAN PENULISAN
1.
Untuk mengetahui
tujuan, batas dan kemungkinan belajar
BAB II
PEMBAHASAN
Tujuan, batas dan
kemungkinan pendidikan
A.
Tujuan
pendidikan
Perbuatan
mendidik merupakan perbuatan yang mempunyai tujuan, ada suatu yang ingin dicapai dengan perbuatan
tersebut. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa pedagogik adalah
ilmu mendidik anak, sebagai pendidikan dalam arti terbatas(khusus), merupakan
bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk
mencapai kedewasaannya. Secara pasti seorang pendidik harus sudah memiliki dan
menentukan tujuan hidup dan pandangan hidupnya sendiri.
1. Perlunya
Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan merupakan
gambaran dari falsafah atau pandangan hidup manusia, baik secara perseorangan
maupun kelompok. Membicarakan tujuan pendidikan akan menyangkut sistem nilai
dan norma-norma dalam suatu konteks kebudayaan, baik dalam mitos, kepercayaan
atau religi, filsafat, idealogi, dan sebagainya. Tujuan pendidikan merupakan
hal yang sangat mendasar (fundamental), karena dari tujuan itulah akan
menentukan akan menentukan ke arah mana anak didik akan dibawa.
Dalam menentukan tujuan pendidikan
ada beberapa nilai yg perlu diperhatikan, seperti yg di kemukakan oleh Hummel (1977: 39) :
a. Autonomy.
Gives individuals and grouf the maximum awareness knowledge and ability so that
they can manage their personal and collective life to the greatest possible extent.
b. Equity.
Enable all citizens to participate in cultural and economic life by coffering
them an equal basic education.
c. Survival.
Permit every nation to transmit and emrich its cultural heritage over the
generations, but all so guide education towards mutual understanding and
towards what has become a worldwide realizations of commond destiny.
Tujuan pendidikan harus mengandung
ketiga nilai tersebut diatas. Pertama, autonomy, yaitu memberi kesadaaran,
pengetahuan, dan kemampuan secara maksimum kepada individu maupun kelompok,
untuk dapat hidup mandiri, dan hidup bersama dalam kehidupan yang lebih baik.
Kedua, equity (keadilan), berarti bahwa tujuan pendidikan tersebut harus
memberi kesempatan kepada seluruh warga masyarakat untuk dapat berpartisipasi
dalam kehidupan berbudaya dan kehidupan berekonomi, dengan memberinya
pendidikan dasar yang sama. Ketiga, survival, yang berati bahwa dengan
pendidikan akan menjamin pewarisan kebudayaan dari satu generasi ke generasi
yang lainnya.
2.
Jenis-jenis
tujuan pendidikan
Langeveld (1980) mengemukakan beberapa
jenis tujuan pendidikan, yaitu:
a.
Tujuan umum, atau tujuan akhir, atau tujuan “total”
Tujuan
umum merupakan sesuatu yang akhirnya akan dicapai oleh pendidik. Seperti
dikemukakan di atas, kedewasaan merupakan tujuan pendidikan, maka berarti semua
aktivitas pendidikan harus diarahkan kesana untuk mencapai tujuan umum
tersebut.
Semua manusia
didunia ingin mencapai tujuan itu, yaitu manusia dewasa. Jadi jelasnya bahwa
yang menjadi tujuan umum pendidikan adalah kedewasaan.
b. Tujuan Khusus (Pengkhusuan dari tujuan umum)
Tujuan
khusus diartikan sebagai suatu pengkhususan dari tujuan umum. Seperti
disebutkan bahwa tujuan umum kedewasaan adalah universal. Manusia dewasa yang
universal itu diberi bentukyang nyata berhubungan dengan kebangsaan,
kebudayaan, agama, system politik, dan sebagainya. Demikianlah manusia dewasa di
indonesia memiliki ciri khas sesuai denganfalsafah hidup bangsa Indonesia.
Beberapa faktor
yang harus diperhatikan dalam menentukan tujuan khususini diantaranya:
1) Jenis
kelamin anak didik
2) Pembawaan
anak didik
3) Usia/tarap
perkembangan anak didik
4) Tugas
lembaga yang mendidik anak seperti keluarga, sekolah, masyarakat, masjid, dan
sebagainya
5) Falsafah
Negara
6) Kesanggupan
pendidik
c. Tujuan Insidental atau tujuan sesewaktu
Tujuan
insidental (insiden: Peristiwa), ialah tujuan yang menyangkut suatu peristiwa
khusus. Boleh dikatakan sukar mencari hubungan antara tujuan insidental dengan
tujuan umum (kedewasaan), namun sebenarnya tujuan insidental tersebut terarah
kepada pencapaian tujuan umum.
d. Tujuan sementara
Tujuan
sementara ialah tujuan yang terdapat pada langkah-langkah untuk mencapai tujuan
umum. Karena itu tujuan sementara lebih dekat kepada tujuan umum dibandingkan
dengan tujuan insidental seperti dijelaskan di atas. Tujuan sementara merupakan
titik perhatian sementara, yang merupakan persiapan untuk menuju kepada tujuan
umum.
e. Tujuan Tak Lengkap
Tujuan
tak lengkap ialah tujuan yg berkenaan dengan salah satu aspek pendidikan.
Disebut tidak lengkap karena setiap tujuan yg dihubungkan dengan salah satu
aspek kehidupan berarti tidak lengkap. Perlu diketahui, bahwa kita hanya
mementingkan hanya salah satu aspek saja, sehingga mengabaikan aspek yang
lainnya.
f. Tujuan Intermedier
Tujuan
perantara adalah tujuan yang melayani tujuan pendidikan yang lain, merupakan
alat atau sarana untuk mencapai tujuan yang lain khususnya tujuan sementara.
3.
Tujuan Pendidikan
Dilihat dari Segi Waktu
Ada tujuan pendidikan yang sifatnya
sementara, sehingga ada sejumlah tujuan yang harus di capai sebelum tujuan
akhir di capai. Tujuan sementara adalah tujuan yang sifatnya seperti terminal,
tempat berhenti sementara, namun merupakan kebutuhan. Banyak yang harus dicapai
sebelum ia dapat berdiri sendiri.
4.
Tujuan Pendidikan
Diluhat dari Perkembangan Anak sebagai Pribadi
Anak berkembang dalam semua aspeknya,
baik itu jasmani atau rohani yang keduanya berkembang secara serempak atau
bersamaan. Sekali lagi pendidikan membantu anak untuk menjadi suatu “pribadi”
yang utuh, tidak berkembang intelektualnya saja, melainkan seluruh potensi anak
harus berkembang: intelektual, sikap, penghayatan nilai dan norma, serta
keterampilan anak harus berkembang secara utuh.
5.
Kedewasaan sebagai
Tujuan Pendidikan
Pendidikan dalam arti mikro (kecil:
terbatas) yaitu pendidikan yang bertujuan menjadikan anak dewasa, berbeda
dengan tujuan pendidikan secara makro (luas). Secara mikro pendidikanbertujuan
agar anak-anak menjadi dewasa, sedangkan tujuan pendidikan secara makro adalah
menyiapkan manusia supaya lebih bermanfaat bagi kehidupan pribadinya dan
bangsanya.
a. Kedewasaan
berarti otonomi dalam kehidupan kesusilaan
b. Orang
dewasa menjadi anggota masyarakat penuh
c. Orang
dewasa ialah orang yang matang secara biologis dan psikologis
Ø Dari
segi afektif :
a. Suasana
emosi yang stabil, misalnya ia merasayakin akan dirinya, tidak cepat marah, dan
berani menghadapi saat kritis dan kekecawaan dan sebagainya.
b. Ia
diterima oleh masyarakatnya dan ia sendiri merasa milik masyarakatnya
c. Ia
mampu memberi dan menerima, ia mampu mencintai dan dicintai.
d. Ia
mampu serius (dalam bekerja), namun ia mampu pula hidup santai seperti bermain
dan memiliki rasa humor.
Ø Dari
segi intelektual :
a. Ia
mampu menyadari kemampuan dirinya, motivasinya, cita-citanya, dan prestasinya.
b. Ia
mengetahui secara tepat tentang manusia dan peristiwa sekitarnya, serta
kebudayaannya.
c. Ia
mampu berkomunikasi dengan orang lain secara terampil
d. Ia
mampu mengadakan sintesa antara pengetahuan, pengalaman, dan keterampilannya.
e. Ia
mampu memandang hidup secara keseluruhan dan terpadu dengan menganut secara
sadar suatu agama atau falsafah hidup.
Ø Dari
segi volisional :
a. Karakter
produktif yaitu mampu menghasilkan sesuatu berupa jasa, barang, uang, dan
sebagainya.
b. Ia
mampu merealisasikan ide kemauannya dalam masyarakat.
c. Ia
mampu melakukan keseimbangan antara kepentingan dirinya dan kemampuan sosial.
d. Ia
mampu merencanakan masa depannya.
Jadi orang dewasa adalah:
a. Manusia
mandiri, dapat hidup sendiri, mengambil keputusan sendiri, tanpa menggantukan
diri kepada orang lain.
b. Manusia
yang bertanggung jawab, yaitu manusia yang dapat mempertanggungjawabkan segala
perbuatannya.
c. Manusia
yang telah mampu memahami norma-norma serta moral dalam kehidupan.
B. Batas-batas
Pendidikan
Pendidikan sebagai perbuatan
manusia tidak begitu saja dapat dilakukan tanpa memperlihatkan batas-batas yang
mempengaruhinya. Alat pendidikan sebagai suatu rentetan tindakan atau situasi
yang di sadari pendidik untuk mencapai tujuan pendidikan. Tidak boleh diabaikan
dalam praktek pendidikan.
Persoalan
batas pendidikan di artikan bahwa ada anggapan bahwa upaya pendidikan ada
batasnya. Sejauh mana pendidik bisa mendidik anak dari enam pandangan, pertama
dari sudut pandangan pendidik, kedua pribadi anak didik, ketiga alat pendidik,
ke empat waktu melaksanakannya, dan kelima dari sudut pandangan tujuan serta ke
enam dari sudut lingkungan pendidikan.
1.
Pendidik
Pendidik
Adalah orang dewasa yang bertanggung jawab membimbing anak untuk mencapai
tujuan, yaitu kedewasaan. Orang tua merupakan pendidik kodrati pada hakikatnya
tidak bisa di gantikan oleh orang lain. Guru harus bertindak mewakili orang tua
anak dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik di sekolah. Hubungan
anak-orangtua berlangsung sejak anak sadar akan kehidupan ini. Ia menyadari
dirinya di tengah pergaulan dengan orang tuanya.
Guru
sebagai pengganti orang tua tidak dapat menggantikan sepenuhnya, tugas, fungsi,
dan peran serta orang tua. Hubungan anak-guru tumbuh karena kepentingan
bersama. Kepentingan itu pada anak kecil adalah hubungan perhatian, minat, atau
kesenangan. Karena itu hubungan tersebut bersifat interes atau hubungan
kepentingan bersama. Di rumah orang tua bersedia membantu anaknya, di sekolah
juga guru sama dengan orang tuanya. Disini guru berfungsi sebagai orang tua
atau pengganti orang tua.
2. Aspek Pribadi Anak Didik
Anak didik adalah sosok
manusia sebagai individu/pribadi (
manusia seutuhnya) yang harus di pandang secara filosofis, atau menerima
keakuannya, keindividuannya, sebagaimana
dia seharusnya berada. Apabila anak didik
diakui “keakuannya” maka pendidik memegang peranan tidak
membiarkan tindakan anak didik, melainkan tetap membantu, memberi pertolongan,
melayani sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Akan tetapi apabila
pendidik menganggap bahwa anak tersebut sebagai orang dewasa dalam bentuk
kecil, maka pendidik tidak memperhatikan aspek pribadi anak didiknya.
3. Alat Pendidikan
Alat
pendidikan merupakan suatu tindakan atau situasi, yang dengan sengaja diadakan untuk mencapai suatu tujuan
pendidikan, yaitu kedewasaan yang diciptakan secara khusus dengan maksud
mempengaruhi anak didik secara pedagogis (edukatif). Apabila perbutan dalam situasi tersebut tidak di sengaja untuk mencapai
tujuan pendidikan, maka perbuatan tersebut di sebut faktor
pendidikan.
Misalnya ibu menyuruh anaknya mencuci piring dengan tujuan anak tersebut
memiliki tanggung jawab dan disiplin kerja, maka perbutan tersebut adalah alat
pendidikan.di lain pihak, seorang ibu menyuruh anaknya mencuci piring dengan
tujuan hanya sekedar untuk membantu meringankan beban pekerjaan ibunya, maka
perbuatan tersebut adalah faktor pendidikan.
Aspek pendidikan menurut
Langeveld dipilih atas empat aspek:
a.
Berhubungan dengan tujuan pendidikan.
b.
Orang tua yang akan menggunakan alat tersebut.
c.
Bahan perantara berupa (medium) tempat pemakaian alat itu di tunjukan,
berhubungan dengan jenis bahan obyek,yang hendak di olah untuk mencapai tujuan.
d.
Behubungan dengan pertanyaan, apakah akibat dari penggunaan alat
tersebut.
Selanjutnya Langeveld (1980)mengelompokan lima jenis alat pendidikan,
yaitu: 1) perlindungan, 2) kesepahaman, 3)kesamaan arah dalam pikiran dan
perbuatan, 4) perasaan bersatu, dan 5)pendidikan kerena kepentingan diri
sendiri.
a.
Perlindungan
Perlindungan
merupakan syarat dasar bagi para semua pergaulan pendidikan. Perlindungan harus
datang dari pihak orang dewasa untuk selalu menjaganya, dan melindunginya pada
perbuatan, kelakuan dan ucapan, dan
menjaga anak tersebut agar jangan sampai merugikan dirinya sendiri. Dalam
situasi pendidikan bisa muncul alat-alat pendidikan berupa membuat supaya mengalami,
membiarkan supaya menyelidiki, menghalangi atau melarang, memerintahkan,
menciptakan dan mempertahankan tata tertib dan peraturan.
b.
Kesepahaman
Kesepahaman timbul karena orang
dewasa, baik di sadari maupun tidak di
sadari, akan menjadi contoh teladan bagi
anak didik, dan sebaliknya pula disadari atau tidak, anak akan mencoba meniru
perbutan pendidik. Dalam hal ini pendidik termasuk guru, tidak hanya
mengajarkan kebaikan, melainkan juga harus memberikan teladan. Anak meniru perbuatan pendidik, karena ia
berkesempatan untuk ikut berpartisipasi dengan pendidik, yang menjelaskan,
menunjukan dan memberi tugas. Dalam situasi pendidikan mungkin akan muncul alat
alat pendidikan seperti: menjadi teladan dengan memperlihatkan atau berbuat
sesuatu yang dapat di jadikan contoh
bagi anak, menyuruh meniru perbuatan, memberi kesempatan untuk turut serta atau
untuk melihat dalam suatu kegiatan, menjelaskan, menugaskan, melarang, menghambat
(agar jangan terjadi).
c.
Kesamaan Arah Dalam
Pikiran Dan Perbuatan
kesamaan arah dalam
pikiran dan perbuatan dapat berupa pembauran dari pandidik dan penyesuian dari
anak didik. Jadi, kesamaan arah ini terjadi antara pembuatan pendidik dan
perbuatan anak didik. Karena dalam hal ini anak didik berbuat atau bertindak
sesuai dengan kata hati dan kehendaknya.
d.
Perasaan Bersatu
perasaan bersatu
timbul karena interaksi yangberlangsung antara pendidik dan anak didik yang
bersifat kekeluargan, dan menimbulkan saling pengertian serta saling mengisi
diantara kedua belah pihak. Tindakan atau perbuatan pendidik untuk memelihara
perasaan bersatu dapat berupa menasehati, memperingatkan, menegur, dan dapat
juga dilaksanakan hukuman.
e.
Pendidikan Karena
Kepentingan Diri Sendiri
pendidikan karena
kepentingan diri sendiri, berarti si anak telah menyadari kepentingan diri
sendiri, dan ia bertanggung jawab untuk membentuk dirinya sendiri. Memberi
kebebasan kepada anak didik merupakan alat pendidikan yang terakhir karena anak
didik haus bertanggung jawab, harus berdiri sendiri dan bebas untuk memilih
nilai-nilai hidup yang sesuai dengan kata hatinya, dan disinilah ia memilih
penidikan dalam taraf penyadarannya.
4. Waktu
Pelaksanaan
Pada saat anak
masih kecil, hubungan antara pendidik dan anak didik belum dapat tampil sebagai
kegiatan pendidikan. Dan memang yang terjadi pada saat itu bukan hubungan
pendidikan, melainkan baru dalam bentuk pembiasaan. Pembiasaan kepada anak
memang ada kaitan dengan perbuatan pendidikan artinya yang dibiasakan pada anak
itu sudah diseleksi agar tidak bertentangan dengan apa yang di harapkan dari
anak itu, yaitu sebagai langkah pertama kearah pencapaian kedewasaan. Maka
pembiasaan yang di laksanakan pada saat itu dalam rangka pencapaian kedewasaan,
kita sebut saja “pendidikan-pendahuluan” .Perbedaanya dengan pendidikan yang
sesungguhnya ialah bahwa pada masa pendidikan pendahuluan itu belum terdapat
hubungan wibawa antara pendidik dan anak didik.
Adapun hubungan
wibawa itu mulai terjadi, manakala anak telah dapat patuh, artinya mampu
menerima petunjuk dan tuntutan pendidiknya tidak sekedar atas ikut-ikutan atau
membutut,elainkan setelah di dahului semacam pertimbangan untuk menerima atau
tidak menerima. Jadi, upaya pendidikan yang sebenarnya bukan merupakan kebiasaan,
melainkan sejak antara anak dan pendidik terjadi hubungan kewibawaan, pada
umumnya setelah anak memahami bahasa secara simbol, dan di kaitkan dangan umur
anak sekitar usia 3 tahunan.
5. Aspek
Tujuan
Pendidikan
bertujuan untuk mencapai kedewasaan. Pendidikan mengimplikasikan adanya
tanggung jawab pendidik terhadap anak didik, karena belum mencapai kedewasaan,
anak belum dapat dikatakan sepenuhnya bertanggung jawab atas segala
tindakannya, karena ia memang belum dapat mandiri.
Pendidikan dalam
arti mikro (kecil) yaitu pendidikan yang bertujuan menjadikan anak dewasa,
berbeda dengan tujuan pendidikan secara makro (besar). Secara mikro pendidikan
betujuan agar anak-anak menjadi dewasa, sedangkan tujuan pendidikan secara
makro adalah menyiapkan manusia supaya lebih bermanfaat bagi kehidupan
pribadinya dan bangsanya. Pendidikan mikro berhenti apabila anak telah mencapai
dewasa. Dewasa ialah apabila seorang itu telah dapat berdiri sendiri dalam
segala aspek kehidupannya.
6. Aspek
Lingkungan
Lingkungan dalam
arti umum berarti situasi di sekitar kita. Dalam pendidikan, lingkungan
merupakan segala sesuatu yang berada di luar diri anak.lingkungan tempat
mendapatkan pendidikan di sebut lingkungan pendidikan.lingkungan di sekitar
anak dapat di kelompokan sebagai berikut:
a. Lingkungan Alam Fisik
Lingkungan fisik
adalah lingkungan alam di sekitar anak seperti tumbuh-tumbuhan, hewan, keadaan
tanah, keadaan iklim, rumah, jenis makanan, benda gas, bends cair, dan juga
benda padat,.lingkungan ini dapat membatasi dalam pelaksanaan pendidikan,
misalnya penyelenggaraan pendidikan dalam gedung yang baik (permanen), akan
sengat berlainan dengan pelaksanaan pendidikan dalam gedung yang beratapkan
rumbia dan berlantaikan tanah.
b. Lingkungan Budaya
Lingkungan budaya
dapat berupa ilmu pengetahuan, teknologi, adat istiadat, bahasa, keseniaan, dan
sebagainya.
c. Lingkungan Sosial
lingkungan sosial
berbentuk hubungan antara manusia, merupakan berwujud manusia,dan hubungannya
adengan atau antara manusia di sekitar anak. Termasuk di dalamnya adalah: sikap
atau tinhkah laku antara manusia, tingkah laku ayah/ibu serta situasi hubungan
diantara keduanya, hubungan dengan sesama keluarga, sesama tetangga. Di sekolah
suasana hubungan antara guru, kepela sekolah, tenaga administrasi, sebagaimana
suasana sekolah pada umumnya, hubungan antara sesama siswa,hungan siswa dengan
guru, dan sebagainya.
d. Lingkungan Spiritual
lingkungan
spiritual berupa agama, keyakinan yang di anut keluarga, masyarakat sekitarnya,
dan ide-ide yang muncul dalam masyarakat dimana anak tinggal.
C. Keharusan
dan Kemungkinan Pendidikan
Keharusan mendidik
anak telah di sebut-sebut,misalnya karena anak pada saat lahir dalam keadaan
tidak berdaya,anak tidak langsung dewasa, sehingga anak memerlukan perhatian
dan bantuan orang lain. Dengan keterbatasan kemampuan anak menyababkan ia perlu
mandapatkan pendidikan. Keterbatasan anak di karenakan,anak lahir dalam keadaan
tidak berdaya, dan ia tidak langsung dewasa.
1.
Keharusan Pendidikan
Keharusan manusia
untuk mendapatkan pendidikan dapat kita simak dari uraian dibawah ini:
a. Anak Di Lahirkan Dalam Keadaan Tidak Berdaya
Dilihat dari sudut
anak, pendidikan merupakan suatu keharusan. Pada waktu lahir anak manusia belum
bisa berbuat apa-apa. Sampai usia usia tertentu anak masih memerlukan bantuan
orang tua. Begitu anak lahir ke dunia, ia memerlukan uluran dari orang lain
(ibu dan ayah) untuk dapat melangsungkan hidup dan kehidupannya, dan berdiri
sendiri, berbeda dengan binatang yang begitu lahir sudah dilengkapi kelengkapan
fisiknya dan dapat berbuat sesuatu untuk mempertahankan hidupnya.
Manusia perlu
mendapat bantuan orang lain untuk dapat menolong dirinya untuk sampai kepada
dewasa. Masa pendidikan manusia memerlukan waktu yang lama karena di smping
manusia harus dapat mempertahankan hidupnya dalm arti lahir, ia juga harus
memiliki bekal yang berkaitan eengan moral, memiliki pengetahuan, dan
keterampilan lainnya yang di perlukan untuk hidup. Makin tinggi peradaban
manusia, makin banyak yang harus di pelajari agar dapat hidup berdiri sendiri
tanpa mengguantungkan diri kepada orang lain.
Dilihat dari orang
tua, pendidikan juga merupakan suatu keharusan.tanpa ada yang memaksa, dengan
sendirinyaorang tua akan mendidik anaknya. Hal tersebutdi sebabkan karena
adanya rasa kasih sayang dan rasa tanggung jawab dari orang tua terhadap
anaknya. Perasaan kasih sayang merupakan fitrah kemanusiaan yang akan timbul
dengan sendirinya pada manusia. Rasa tanggung jawab menyababkan orang tua,
bahwa anak itu perlu memperolah bimbingan agar ia di kemudian hari dapat
berdiri sendiri tanpa menggantungkan diri kepada orang lain. Anak perlu
mendapatkan pendidikan dan orang tua merasa wajib untuk memberikan pedidikan
yang berlagsung secara alamiah dalam kehidupan sehari-hari dalam keluarga.
Pendidikan karena
dorongan orang tua, yaitu hati nuraninya yang terdalam memiliki sifat kodrati
untuk mendidik anaknya baik dari segi fisik, sosial, emosi, maupun
intelegensinya agar memperoleh keselamatan, kepandaian , memperoleh kebahagiaan
hidup yangdi cita-citakan, sehingga ada tanggung jawab moral atas hadirnya anak
tersebut yang di anugerahkan Tuhan Yang Maha Kuasa untuk dapat dipelihara, dan
di didik dengan sebaik-baiknya.
b. Manusia Lahir Tidak Lansung Dewasa
Untuk sampai pada
kedewasaanyang merupakan tujuan pendidikan dalam arti khsusus, memerlukan waktu
lama. Pada manusia primitif mungkin proses pencapaian kedewasaan tersebut akan
lebih pendek dibandingkan dengan manusi modern dewasa ini. Pada manusia
primitif cukup dengan mencapai kedewasaan secara konversional, di mana apabila
seseorang sudah memiliki keterampilan untuk hidup, khususnya untuk hidup
bekeluarga, seperti dapat berburu, dapat bercocok tanam, mengenai nilai-nilai
atau noma-norma hidup bermasyarakat,sudah di katakan dewasa. Dilihat dari segi usia,
mtsalnya 12-15 tahun, pada masyarakat primitif sudah dapat malangsungkan hidup
berkeluarga. Pada masyarakat modern tuntunan kedewasaan lebih kompleks, sesuai
dengan makin kompleksnya ilmu pengetahuan dan teknologi, dan juga makin
kompleksnya sistem nilai.
Untuk mengurangi
kehidupan yang dewasa, manusia perlu dipersiapkan, lebih-lebih pada masyarakat
modern. Bekal tersebut dapat di peroleh dengan pendidikan, dimana orang tua
atau generasi tua akan mewariskanpengetahuan, nilai-nilai,serta keterampilannya
kepada anak-anaknya atau pada generasi berikutnya.
Manusia merupakan
makhluk yang dapat di didik, memungkinkan untuk memperoleh pendidikan. Manusia
merupakan makhluk yang harus di didik, karena manusia lahir dalam keadaan tidak
berdaya, lahir tidak langsung dewasa. Manusia merupakan makhluk sosial yang
membutuhkan dengan sesamanya.
c. Manusia sebagai Makhluk Sosial
Manusia pada
hakikatnya adalah makhluk sosial. Ia
tidak akan menjadi manusia seandainya tidak hidup bersama dengan manusia
lainnya (ingat cerita manusia serigala). Lain halnya dengan hewan, dimana pun
hewan di besarkan, tetap akan berperilaku hewan.
Seorang manusia
perlu mencapai suatu taraf kedewasaan tertentu agar ia dapat hidup bersama
dengan orang lain. Jika tidak, akan berbuat di luar perjanjian (kebiasaan,
adat, aturan) yang berlaku. Hal itu berartibahwa ia tidak dewasa secara sosial.
Walaupun secara biologi ia sudah matang, tapi untuk hidup bersam dengan orang
lain, ia perlu mendapatkan pendidikan.
Jika manusia bukan
makhluk sosial, atu ia tidak hidup bersam adengan orang lain,pada hakikatnya ia
hidup sendiri-sendiri. Maka hidup manusia itu tidak ada bedanya dengan
kehidupan hewan. Dalam kehidupan seperti ini,manusia tidak dapat di pengaruhi,
karena ia telah membawa polahidupnya yang tetap dan tidak perlu lagi belajar
dari orang lain atau melalui apapun. Ia sudah dalam keadaan matang untuk
mengikuti kehidupan yang polanya sudah ada (terjadi). Dalam keadaan demikian/
pendidikan tidak perlu lagi karena memang tidak di perlukan.
d. Manusia sebagai Makhluk Individu yang Berdiri
Sendiri
Pengrtian makhluk
sosial tidak berarti bahwa individu (perorangan) tidak ada. Pengertian sosial
harus di artikan bahwa manusia hidup
bersama dalam keperibadian sendiri-sendiri. Ia masih tetap berdiri sendiri, namun
bersama-sama dengan orang lain. Pergaulan hidup adalah hidup antara
pribadi-pribadi (individu-individu) satu sama lain. Manusia memang hidup
bersama, namun tetap secara individu-individu.
Dengan adanya
pribadi-pribadi orang perorang yang berbeda,karena itulah pendidikan
diperlukan, karena setiap orang yang bersifat individu itu perlu belajar hidup
dengan individu lainnya. Pendidikan tidak mendidik agar setiap orang berprilaku
sama,namun mendidik agar setiap orang (individu) dapat berperilaku sebagai individu
bersama dengan individu lainnya.
e. Manusia sebagai Makhluk yang dapat Bertanggung Jawab
Seorang manusia
mampu atau tepatnya harus mampu bertanggung jawab atas segala perbuatannya.
Setiap tindakan manusia membawa akibat, dan sering kali akibat itu menimpa
orang lain, karena kita hidup bersama-sama dengan orang lain.
Manusia akan dapat
memperhitungkan akibat tindakannya,baik bagi orang lain maupun bagi orang lain.
Karena itulah manusia patut di minta pertanggung jawaban atas segala
perbuatannya, karena kita pradugakan ia akan mengerti apa akibatnya, pendidikan
di samping mangajar orang agar menjadi tahu, dan terampil, pendidikan juga
mengembangkan sikap. Sikap yang utama adalah sikap bertanggung jawab, karena
makhluk sosial manapun memang harus bertnggung jawab.
Bertanggung jawab
adalah sejajar dengan manusia sebagai makhluk sosial. Pendidikan itu sendiri
merupakan tindakan yang bertanggung jawab, yaitu bertanggung jawab terhadap
generasi manusia selanjutnya,karena kita tahu bahwa setiap anak membutuhkan bantuan.
Jika tidak bertanggung jawab terhadap generasi berikutnya, mereka akan
terlantar.disinilah pendidikan bertanggung jawab bagi kelanjutan kehidupan dan
hidup generasi barikutnya.
Untuk melaksanakan
pendidikan di perlukan adanya kesediaan anak didik untuk menerima pengaruh.
Selama anak belum mau menerima pengaruh orang lain di luar dirinya, tidak akan
muncul ketaatan terhadap pihak lain yang berusaha mempengaruhinya. Jika anak
menyadari kekurangannya ia akan mau menerima
pengaruh dan taat, dengan kata lain ia mau menerima kewibawaan pendidik.
f. Sifat Manusia dan Kemungkinan Terjadinya Pendidikan
Pada manusia
terjadi “dressur” (pembiasaan dan di latih terus menerus) pada saat anak belum
memiliki kesadaran akan kekurangan dirinya. Pada saat itu anak merasakan untuk
meniru dan berbuat, maka anak berbuat sesuatu. Anak usia sekitar 2-6 tahun
misalnya, ia akan berbuat apa saja, ia bergerak menurut kemauannya. Anak di
belikan sepeda anak-anak oleh ayahnya agar anak bisa naik sepeda dan ayahnya
mendorong sepeda tersebut. Namun, apa yang terjadi? Anak tidak mau naik sepeda,
bahkan ia akan turun dan mendorong sepeda tersebut seperti ayahnya mendorong
sepeda tadi.
Contoh lain anak
akan mengambi benda yang ia temukan di sekelilingnya, anak melihat orang tuanya
waktu mandi menggosokan gigi, dengan gesitnyaanak mengambil sikat gigi ibunya
dan ingin pakai pastanya. Di sinilah si ibu mencoba melatih si anak menggosok
giginya, dan si anak dengan senangnya menggosok giginya walaupun tidak benar.
Anak makan bersama dengan oorang tuanya, ia memperhatikan orang tuanya
menggunakan sendok dan garpu makan, dengan cepatnya sang anak mengambil sendok
makan, walaupun cara memegangnya dan cara memasukan ke mulutpun belum pas dan
benar.di sinilah ibu melatih anaknya membetulkan bagaimana cara memegang
sendok, dan bagaimana memasukannya ke dalam mulut.
Dalam kejadian di
atas,, ayah melatih anaknya naik sepeda dan ibunya melatih anaknya menggosok
gigi, sang ibu melatih menggunakan sendok, itu semua belum termasuk pendidikan
yang sebenarnya, karena anak belum memahami, menyadari, apa artinya perintah
atau kemauan ayahnya untuk naik sepeda, mengapa harus menggosokan gigi, dan
mengapa makan harus menggunakan sendok. Yang di lakukan oleh orangtua anak itu
bukan pendidikan dalam arti sesungguhnya melainkan merupakan suatu “dressur”.
Jadi dengan anak
suka meniru beridentifikasi dengan orang lain,suka bermain, bisa menerima,
pengaruh dan menerima kewibawaan orang lain, merupakan seutu keharusan bagi
orng tua (pendidik) membimbingnya.pendidikan harus menjadi contohbagi anak
didiknya, memberi pengaruh yang positif untuk mengisi kedewasaan anak kelak.
2. Kemungkinan
Dididik
Persoalan lain
adalah kemungkinan di didik.persoalan ini di ajukan, karena adanya berbagai
pendapat tentang pendidikan. Misalnya ada pendapat tentang perkembangan
manusia, bahwa kedewasaan semata-mata merupakan hasil dari proses alami yang
berlangsung selaras dengan hukum alam.bila demikian, mungkinkah manusia di
didik? Tidakkah usaha pendidikan hanya akan sis-sia belaka?
Di akui bahwa pada
manusia ada hal-hal tertentu yang di dapatnya secara alami, dan hal itu tidak
dapat di tawar-tawar lagi. Misalnya tentang bakat dan jenis kelamin. Orang di
lahirkan dengan bakat bawaan tertentu.hal ini di luar kemampuannya. Dan memang
untuk hal-hal tertsebut orang tidak dapat di mainta pertanggung jawaban.
Pendidik tidak dapat berbuat apa-apa dengan bakat itu,dalam arti pendidik harus
menolak bakat tersebut, atau sebaliknya biarkan anak berkembang secara alamiah
tanpa campur tangan pendidik. Namun permasalahan disini bukan soal jenis jenis
kelaminnya, melainkan dengan situasi seperti itu seberapa jauhkah pendidikan
telah berperan? Apakah pendidikan sudah “bermanfaat” secara optimal dalam
mendewasakan anak sesuai dengan nilai-nilai manusiawi?
Sehubungan dengan
masalah batas pendidikan perlu di kemukakan, bahwa batas kamungkinan pendidikan
idak dapat di samaratakan bagi semua orang.tidak dapat di katakan, bahwa untuk
semua orang terdapat batas kemungkinan di didik yang sama. Sebab masing-masing
individu bersifat unik, akan tetapi secara umum dapat di katakan, bahw
kemungkinan di didik itu tercapai manakalatidak dapat di kembangkan lagi lebih
lanjut kehidupan rohaninya khususnya kehidupan moralnya. Adapu yang menjadi
latar belakangnya dapat beaneka ragam. Mangkin karena bakat bawaannya, mungkin
karena potensi kecerdasan yang berbeda, seperti berbeda dengan kecerdasan
intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual, atau mungkin
terdapat kelainan.
3. Tutwuri
Handayani
Tutwuri Handayani,
merupakan konsep pendidikan dari Kihajar Dewantara, pahlawan Nnasional
Pendidikan. Tutwuri Handayani berasal dari bahasa Jawa yakni ‘’Tutwuri’’
berarti mengikuti dari belakang, ‘’Handayani’’ berarti mendorong, memotivasi,
atau membangkitkan semangat dari arti katanya dapat ditafsirkan bahwa tutwuri
handayani mengakui adanya pembawaan bakat ataupun potensi yang dimiliki anak
yang dibawa sejak lahir
Dibandingkan dengan
keempat Aliran yang telah dijelaskan konsep Tutwuri Handayani lebih dekat
kepada Aliran Konvergensi dari William Stern yang berpendapat bahwa
perkembangan anak ditentukan oleh bagaimana interaksi antara pembawaan atau
potensi-potensi yang dimiliki anak dengan lingkungan atau bimbingan pendidikan
yang mempengaruhi anak dan perkembangannya.
Jadi pendidikan
menurut konsep Kihajar Dewantara merupakan hasil interaksi antara pembawaan dan
potensi dengan bakat yang dimiliki anak, dimana didlam proses interaksi
tersebut pendidik memiliki peran aktif, tidak menyerahkan begitu saja kepada
anak didik dan sebaliknya pendidik tidak boleh dominan menguasai anak.
4. Naturalisme
Aliran Naturalisme
yang dipelopori J.J Rousseau berpandangan bahwa semua anak yang dilahirkan
berpembawaan baik, dan pembawaan baik anak tersebut akan menjadi rusak karena
dipengaruhi lingkungan. Pendidikan yang diberikan orang dewasa bisa merusak
pembawaan anak yang baik itu. Aliran ini biasa disebut juga negatifisme, karena
pendidik harus membiarkan pertumbuha anak pada alam. Jadi pendidikan dalam arti
bimbingan dari orang luar tidak diperlukan.
5. Nativisme
Aliran Nativisme
dipelopori oleh Schopenhauer berpendapat bahwa ‘’The World is my idea, the
world like man, is through idea ‘’segala kejadian didunia dipandangnya sebagai
manifestasi dari benih yang ada padanya sejak semula”.
Aliran ini
berkeyakinan bahwa anak yang baru lahir membawa bakat, kesanggupan, dan
sifat-sifat tertentu bakat, kemampuan dan sifat-sifat yang dibawa sejak lahir
sangat menentukan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak manusia. Pendidikan
dan lingkungan tidak berpengaruh terhadap perkembangan anak misalnya seorang
anak yang memiliki bakat melukis maka pikirannya, perasaannya, dan kemauannya
serta kepribadiannya tertuju kepada melukis.
6. Empirisme
Aliran Empirisme
dipelopori oleh John Locke mengatakan bahwa keadaan manusia saat dilahirkan
diumpamakan sebagai ‘’tabularasa’’ yakni sebuah meja yang dilapisi lilin yang
digunakan disekolah dalam rangka belajar menulis. Teori tabularasa mengatakan
bahwa anak yang baru dilahirkan itu dapat diumpamakan sebagai kertas putih
bersih yang belum ditulisi sejak lahir anak tidak memiliki bakat dan pembawaan
apa apa anak dapat dibentuk semaunya pendidik disini kekuatan untuk membentuk
anak sehingga lingkungan dalam hal ini pendidikan berkuasa atas pembentukan
anak.
7. Konvergensi
Aliran ini berasal
dari psikolog berkebangsaan jerman bernama William Stern, yang berpendapat
bahwa pembawaan dan lingkungan keduanya membentuk perkembangan manusia.
Implikasinya bagi pendidik adalah bahwa dalam melaksanakan pendidikan kedua
moment pembawaan dan lingkungan hendaknya mendapatkan perhatian yang seimbang.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Perbuatan mendidik merupakan perbuatan yang
mempunyai tujuan, ada suatu yang ingin
dicapai dengan perbuatan tersebut. Persoalan batas
pendidikan di artikan bahwa ada anggapan bahwa upaya pendidikan ada batasnya.
Sejauh mana pendidik bisa mendidik anak dari enam pandangan. Keharusan mendidik anak telah di sebut-sebut,misalnya
karena anak pada saat lahir dalam keadaan tidak berdaya,anak tidak langsung
dewasa, sehingga anak memerlukan perhatian dan bantuan orang lain. Dengan
keterbatasan kemampuan anak menyababkan ia perlu mandapatkan pendidikan.
B.
Saran
Demikian yang dapat kami persembahkan dalam makalah
PEDAGOGIK ini. Tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahan karena
terbatasnya referensi yang ada hubungannya dengan TUJUAN DAN BATAS KEMUNGKINAN
PENDIDIKAN ini. Penulis banyak berharap pembaca dapat memberikan kritik dan
saran yang membangun kepeda penulisan makalah di kesempatan-kesempatan
berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis khususnya, dan selanjutnya
bagi pembaca.
DAFTAR PUTAKA
Drs. Uyoh Sadulloh,
M. (2014). Pedagogik(Ilmu Mendidik). Bandung: Alfebeta, cv.